Ciri Ciri Gangguan Mental Pada Remaja – Epidemi Covid-19 telah menyebabkan masalah kesehatan mental di kalangan generasi muda. Selain kesepian akibat pembatasan sosial yang kronis, generasi muda juga diliputi kecemasan menghadapi masa depan yang tidak pasti.
Sekelompok anak muda berfoto selfie di jembatan penyeberangan Jalan Sudirman Jakarta sambil menikmati akhir pekan, Sabtu (30/1/2021). Situasi akibat pandemi Covid-19 telah menimbulkan permasalahan kesehatan mental di kalangan generasi muda.
Ciri Ciri Gangguan Mental Pada Remaja
Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama lebih dari setahun telah menghancurkan harapan, impian dan cita-cita banyak anak muda. Mereka juga harus menghadapi berbagai gangguan mental yang mempengaruhi kesehatan dan produktivitasnya di masa depan.
Mental Health Care
Semasa kuliah di bidang manajemen, Budi (24) membayangkan ke depannya, setelah lulus Diploma 3 (D-3), ia akan bekerja sebagai pejabat, dengan gaji setara atau bahkan melebihi upah minimum regional. gaji ditambah jaminan sosial. Begitu lulus pada pertengahan tahun 2019, ia mengikuti sejumlah pilihan karir. Namun hingga saat ini pekerjaan tersebut belum diperoleh.
Daripada menganggur, Budi memutuskan untuk berjualan bubur ayam dan meneruskan usaha nenek dan orang tuanya. Ia menjualnya dari keranjang di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat. Hanya beberapa bulan kemudian, pandemi datang. Perusahaannya, yang belum berkembang, dengan cepat layu. Kini gerobak bubur itu hanya terparkir di depan rumah.
“Sekarang saya masih mencari pekerjaan. Karena tidak dapat, minggu ini saya naik ojek online. “Sebelumnya saya wiraswasta sebagai kurir,” kata Budi, Jumat (9/4/2021).
Situasi ini membuat Budi gelisah. “Di satu sisi cari kerja susah, tapi kalau mau buka usaha tidak punya modal,” ujarnya.
Ini Ciri-ciri Gangguan Mental Pada Remaja
Citra menjadi pengangguran juga menimpa Alfajri Ahmad (17), siswa SMK yang akan lulus bulan depan. Dia mencari pekerjaan secara online, tetapi tidak mendapat tanggapan. “Banyak orang yang mencari pekerjaan di masa pandemi. Jadi peluang untuk mendapatkan pekerjaan semakin berkurang,” ujarnya.
Bank Dunia memperkirakan satu miliar generasi muda akan memasuki pasar tenaga kerja dalam dekade mendatang, namun kurang dari setengahnya akan mendapatkan pekerjaan formal (, 30/3/2021). Di Indonesia, survei angkatan kerja pada Agustus 2020 menunjukkan terdapat 9,77 juta pengangguran dari total angkatan kerja sebanyak 138,22 juta orang.
Bukan hanya para pengangguran dan mereka yang berisiko menjadi pengangguran saja yang harus menghadapi stres dan kecemasan. Bahkan mereka yang sudah bekerja pun menghadapi masalah serupa.
Harry Fajri (26), karyawan baru sebuah perusahaan budaya Jepang, mengaku pandemi telah membuatnya stres, takut, cemas, dan terlalu banyak berpikir tentang pekerjaan. Baru-baru ini dia mengalami insomnia yang sangat parah sehingga dia tidak bisa tidur sampai setelah pukul 03:00. Akibatnya, produktivitas dan konsentrasinya terpengaruh dan fisiknya terkuras habis.
Pendidikan Kesehatan Mental Bagi Remaja Di Desa Serang: Upaya Pemerintah
Kecemasan Harry bermula dari hilangnya kesempatan bersosialisasi di lingkungan kantor. Betapa tidak, sekedar untuk merasakan serunya bekerja di kantor, tiba-tiba pandemi memaksanya untuk bekerja dari rumah.
Warga mengikuti kegiatan meditasi yang diselenggarakan Komunitas Meditasi Tergar Indonesia di Jakarta, Kamis (6/2/2020). Berlatih meditasi adalah salah satu cara untuk menjaga kesehatan mental Anda.
Deni (24), seorang office boy di sebuah perusahaan, stres karena khawatir tidak mampu membeli susu dan kebutuhan lain untuk anaknya yang berusia 1,5 tahun. Selama pandemi, ia berangkat ke kantor hanya tiga hari dalam sebulan dengan gaji Rp 100.000 per hari.
Dengan gaji Rp300.000 per bulan, tentu belum cukup menghidupi Deni dan keluarga. Ia juga mencari penghasilan tambahan dengan membantu tetangga menjual sekam padi dan melukis wajah mereka. “Saya khawatir dengan bayinya karena dia membutuhkan susu,” katanya.
Anastasia Satriyo, M.psi., Psikolog
Sementara bagi Theresia Yoslin Tambunan (24), pandemi mengganggu dinamika keseharian. “Setiap saya harus beraktivitas di luar ruangan, tenaga saya seperti terkuras habis. Badannya capek banget, ujarnya.
Epidemi ini membuat dia harus bekerja dari rumah tanpa tahu kapan. Perubahan sehari-hari ini membuat Yoslin merasa gelisah dan bingung. Stres dan kecemasan membuat sulit tidur dan mengalami gangguan makan sehingga berat badannya bertambah.
Apa yang dialami anak-anak muda ini terungkap dalam hasil pemeriksaan diri Ikatan Psikiater Indonesia pada 4 April hingga 7 Oktober 2020. Dari 5.661 responden di 31 provinsi, 67,4 persen responden mengalami gangguan kecemasan, 67,3 persen menderita gangguan kecemasan. dari kecemasan. gangguan kecemasan. depresi dan 74,2 persen responden mengalami trauma psikologis. Kondisi ini paling banyak dialami oleh orang-orang yang berusia di bawah 30 tahun atau dewasa muda.
Namun, baik Budi, Alfajri, Harry maupun Deni tidak mencari bantuan dengan berkonsultasi dengan ahli kesehatan mental, baik psikolog, psikiater, atau konselor. Mereka lebih memilih berjuang melepaskan bayang-bayang stres dan kecemasan dengan caranya sendiri.
Waspadai Depresi, Kenali Gejalanya
Harry memilih untuk menonton film, bermain video game, memainkan alat musik, atau mengedit video. Sementara itu, Budi, Deni, dan Alfajri yang tinggal di kawasan padat penduduk dan memiliki latar belakang keluarga dengan perekonomian moderat tidak punya banyak pilihan untuk meredakan tekanan.
Berdiam diri di rumah sesuai anjuran pemerintah selama pandemi berarti mereka harus menghadapi permasalahan baru. Rumah yang sempit dan harus berbagi ruang dengan penghuni lain membuat mereka memilih keluar rumah.
Berkumpul bersama teman atau tetangga bisa menjadi salah satu cara untuk menjaga kesehatan mental agar masalah yang sedang dihadapi tidak bertambah menjadi masalah baru. Jika beruntung, mereka bisa menemukan kegiatan baru yang positif selama pandemi, seperti berbagi nasi kotak dengan organisasi pemuda di lingkungan sekitar. Setidaknya ada tindakan positif yang bisa dilakukan, kata Budi. (SEKAR GANDHAWANGI/DENTY PIAWAI NASTITIE/- Dengan ditutupnya sekolah dan berbagai kegiatan penting dibatalkan, banyak remaja yang melewatkan momen-momen terbesar dalam hidup mereka – serta momen sehari-hari seperti mengobrol dengan teman dan bersekolah.
Kaum muda menghadapi situasi baru ini tidak hanya dengan kekecewaan, tetapi juga dengan kecemasan dan rasa keterasingan yang berat, akibat perubahan hidup yang cepat akibat epidemi.
5 Ciri Delusi Cotard Yang Bisa Menyerang Remaja
Menurut analisis data yang diberikan oleh Unicef, hingga 99 persen anak-anak dan remaja di bawah usia 18 tahun di seluruh dunia (2,34 miliar) tinggal di salah satu dari 186 negara yang mengalami gangguan mobilitas akibat COVID-19. Hingga 60 persen anak-anak tinggal di salah satu dari 82 negara yang mengalami penutupan penuh (7 persen) atau sebagian (53 persen) – yang berjumlah 1,4 miliar anak muda.
Menurut data survei Global Health Data Exchange tahun 2017, terdapat 27,3 juta orang di Indonesia yang menderita masalah kesehatan mental. Artinya, satu dari sepuluh orang di negara ini menderita penyakit mental.
Untuk data kesehatan jiwa remaja di Indonesia sendiri pada tahun 2018, prevalensi gangguan jiwa emosional dengan gejala depresi dan kecemasan pada remaja > 15 tahun sebesar 9,8%, meningkat dibandingkan tahun 2013 yang hanya sebesar 6% untuk prevalensi gangguan jiwa emosional. dengan gejala depresi dan kecemasan pada remaja >15 tahun. Sementara itu, prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia pada tahun 2013 mencapai 1,2 per seribu penduduk.
Ketika kesehatan mental remaja tertekan, Anda mungkin akan melihat tanda-tanda seperti apatis, nafsu makan menurun, pola tidur/susah tidur terganggu, dan rasa khawatir yang berlebihan.
10 Ciri-ciri Remaja Mengalami Gangguan Kesehatan Mental, Yuk Kenali!
Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesehatan mental remaja adalah dengan memberikan wawasan kepada remaja untuk menyadari bahwa kecemasan yang dialaminya merupakan hal yang wajar. Kecemasan yang dialami remaja merupakan aktivitas normal dan sehat yang dapat mengingatkan kita akan ancaman dan membantu kita mengambil tindakan untuk melindungi diri.
Mencari informasi yang benar dari sumber terpercaya, mengurangi penggunaan media sosial dan membatasi melihat/menonton berita seputar virus corona juga dapat mengurangi kecemasan yang dirasakan remaja. Sebisa mungkin orang tua bisa berbagi teman untuk remaja. Berikan remaja ruang untuk mengungkapkan kekhawatiran mereka kepada orang tua.
Tidak terlalu sering membicarakan virus corona atau mencari alternatif dengan kegiatan yang menyenangkan dan produktif kemungkinan besar akan mengurangi kecemasan dan menurunkan remaja.
Izinkan remaja untuk menghubungi teman-temannya untuk terhubung, berbagi cerita, dan melampiaskan perasaan mereka. Begini cara menghilangkan kebosanan remaja saat pandemi Halaman Facebook Buka di jendela baru Halaman X Buka di jendela baru Halaman Pinterest Buka di jendela baru Halaman Instagram Buka di jendela baru
Apakah Efek Dari Stres Pada Remaja ?
Untuk memberikan pengalaman terbaik, kami menggunakan teknologi seperti cookie untuk menyimpan dan/atau mengakses informasi perangkat. Persetujuan terhadap teknologi ini akan memungkinkan kami memproses data seperti perilaku penelusuran atau pengidentifikasi unik di situs web ini. Tidak menerima atau membatalkan persetujuan dapat berdampak buruk terhadap fungsi dan fitur tertentu.
Penyimpanan atau akses teknis mutlak diperlukan untuk tujuan yang sah untuk memungkinkan penggunaan layanan tertentu yang diminta secara khusus oleh pelanggan atau pengguna, atau untuk tujuan semata-mata melakukan transmisi komunikasi melalui jaringan komunikasi elektronik.
Penyimpanan atau akses teknis diperlukan untuk tujuan sah mempertahankan preferensi yang tidak diminta oleh pelanggan atau pengguna.
Penyimpanan atau akses teknis digunakan untuk tujuan statistik saja. Penyimpanan atau akses teknis hanya digunakan untuk tujuan statistik anonim. Tanpa surat perintah, kepatuhan sukarela oleh ISP Anda, atau catatan tambahan pihak ketiga, informasi yang disimpan atau diambil untuk tujuan ini saja tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi Anda.
Tanda-tanda Gangguan Kesehatan Mental Pada Remaja Dan Cara Mengatasinya
Penyimpanan atau akses teknis diperlukan untuk membuat profil pengguna untuk mengirim iklan, atau untuk melacak pengguna di situs web atau di beberapa situs web untuk tujuan pemasaran serupa. Apakah Anda terkadang merasa membenci diri sendiri? Jika ya, Anda tidak sendirian. Banyak remaja berjuang dengan masalah kesehatan mental, seperti kemarahan dan citra tubuh, dan mencari jalan keluar melalui hal-hal negatif.
(NAMI), sebagian besar kondisi kesehatan mental dimulai sebelum usia 24 tahun, namun separuh dari masalah kesehatan mental dimulai sebelum usia 14 tahun, yaitu pada masa remaja.
Seperti halnya penyakit fisik, masalah kesehatan mental juga bisa membaik, kok! Ada banyak hal yang dapat membantu. Baiklah, biarkan diri Anda memiliki lebih banyak
Siapa yang sering khawatir hingga berkeringat atau gugup? Jadi, kamu harus hati-hati Masalah kesehatan mental pertama yang sering dialami remaja adalah
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan
Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 4 persen anak usia 10-14 tahun dan 5 persen anak usia 15-19 tahun ternyata mengalami gangguan kecemasan lho! Pengalaman terbanyak